Karakteristik Ushul Fiqh Madzhab Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Mutaakhhirin.



PENDAHULUAN

Istilah ushul fiqh bukanlah hal yang baru di dalam khazanah fiqih Islam, jadi jika setiap peradaban memiliki budaya yang dibanggakan dan khazanah unik yang tidak dimiliki oleh peradaban lain, maka sudah sepatutnya jika umat Islam membanggakan keunikan ushul fiqh ini yang dapat dianggap sebagai kekayaan ilmiah yang tidak ada duanya dalam sejarah peradaban manusia.
Ushul fiqh yang sering disebut dengan istilah "Turuqul Istinbath" (disiplin ilmu yang mengkaji cara-cara membuat konklusi hukum) atau “manaahij al-ijtihad” (metodologi ijtihad) merupakan salah satu disiplin ilmu yang diklaim sebagai ilmu yang orisinil, asli produk Islam tanpa adopsi dari peradaban lain, meskipun pada perkembangan selanjutnya ilmu ini mengalami asimilasi yang ditandai dengan merasuknya ilmu mantiq pada kitab Al-Mushtasfa, karangan Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali (wafat 505 H) dan itupun pada sebagian pembahasan saja.
14 abad silam Nabi Muhammad saw jauh-jauh sudah memberikan titik barometer umat ini, dalam sabda beliau; "Barang siapa yang Allah kehendaki jadi orang yang baik niscaya Allah “mem-faqih-kannya” (memahamkannya) dalam urusan agama."
Dan tentunya untuk menjadi faqih itu harus bias memahami dan menguasai turuq istimbathul ahkam { ushul fiqh}
Sebagaimana ilmu-ilmu keagamaan lain dalam islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada al- quran dan sunah. Dengan kata lain, ushul fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih – benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat, permasalahan yang menjadi tumpuan usul fiqh seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada sejak ada pada zaman Rosulullah dan shahabat.
Kalau dikembalikan sejarah, yang pertama berbicara tentang ushul fiqh sebelum di bukukannya adalah para sahabat dan tabiin, hal ini tidak dipersilisihkan lagi.
Perlu ditegaskan bahwa substansi ushul fiqh sudah ditemukan sejak masa Nabi Saw, masa Sahabat, dan masa Tabi'in. dan ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang terjadi pada zaman ini, yang bisa menjadi bukti Nabi menggunakan ushul fiqh ketika memberi jawaban hukum kepada masyarakat Islam saat itu. Termasuk diantaranya
Kasus Amru bin Ash yang mengimami sholat padahal ia dalam keadaan berjunub dan belum mandi kamudian para sahabat mengadukan hal ini pada Rasulullah saw, dan akhirnya Rasulullah Saw. meminta penjelasan kepada Amru bin Ash dan beliau memberi jawaban dengan firman Allah :
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya :
'' dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah maha penyayang kepadamu''
Dengan jawaban tersebut Rasulullah saw tersenyum dan menyetujuinya karena pada waktu itu terjadi musim yang sangat dingin sekali.
Kalau dikembalikan pada sejarah yang pertama berbicara tentang ushul fiqh sebelum dibukukannya adalah para sahabat dan tabiin, hal ini tidak dipersilisihkan lagi. Namun yang dipersilisihkan adalah orang yang mula – mula mengarang kitab fiqh sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya.
Maka di makalah ini penulis menyarankan kepada saudara-saudara supaya kita lebih giat lagi dalam mengkaji ilmu ushul fiqh ini. Karena selain ini adalah warisan para leluhur kita, juga merupakan escalator untuk menjadi orang yang faqih.













PEMBAHASAN

A.    USHUL FIQH SYAFI'IYAH DAN MUTAKALLIMIN
Dapat dikatakan bahwa aliran yang disebut dengan ushulus syafi'iyah atau ushulul mutakallimin mengacu pada aliran teoristis murni, karena perhatian para pembahas aliran teoristis murni, karena perhatian para pembahas aliran tersebut di arahkan untuk merealisasikan kaidah – kaidah, dan memurnikannya dari pengaruh ( ikatan ) suatu mazdhab mereka semata – mata ingin menciptakan kaidah – kaidah baku. Baik dapat di pergunakan oleh madzhab mereka atau tidak.
Diantara para ulama pada aliran ini ada yang menyalahi imam syafi'i dalam pokok – pokok ushul fiqh, meskipun ia mengikuti cabang – cabangnya. Sebagai contoh imam syafi'i tidak menjadikan ijma sukuti { kesepakatan ulama secara diam – diam } sebagai hujjah. akan tetapi imam al-amidi pengikut mazhab syafi'i mejadikan sebagai hujah.sebagai mana dijelaskan dalam kitabnya al-ihkam filusulil ahkam juz 1 halaman 265.
Sebagian ulama ahli kalam (mutakallimin) termasuk dalam aliran teoritis imam syafii tersebut.karena aliran ini ada kesamaanya dengan kajian mereka untuk mengetahui hal-hal yang bersifat esensial secara rasional kajian mereka dalam aliran ini sama dengan kajian mereka dalam ilmu kalam secara mendalam tanpa taqlid.oleh karena itu, aliran ini juga di sebut aliran mutakallimin.
Dalam aliran ini terdapat pandangan-pandangan yang bersifat logis dan filosofis. mereka mebicarakan tentang asal usul bahasa dan membahas setiap permasalahan secara rasional seperti permbahasan mereka tentang kebaikan akal pikiran,keburukan suatu hukum selain peribadatan itu bersifat rasional mereka sepakat bahwa apakah kewajiban mensyukuri nikmat itu berdasarkan pertimbangan akal / berdasarkan perintah syara'.demikian juga mereka berselisih tentang masalah-masalah rasional yang tidak berkaitan dengan perbuatan, dan tidak menciptakan metode untuk menggali hukum seperti perselisihan mereka tentang di perkenankan  atau tidaknya membebani orang yang tidak ada.
Hal tersebut nenberikan isyarat bahwa aliran pertama di dalam membahsa sesuatu masalah tidak didasarkan pada fanatisme mazhab tertentu dan tidak dengan kaidah pokok bagi masalah mazhab yang bersifat furu' bahkan kaedah-kaedah tersebut di pelajari secara mendetail dan terjauh dari fanatisme.

B. USHUL FIQH HANAFIYAH
Aliran kedua dikenal dengan istilah aliran fuqoha' yang dianut oleh para ulama mazhab hanafi, dinamakan mazhab fuqoha',karena dalam menyusun teorinya aliran ini, banyak di pengaruhi oleh furu' yang ada dalam mazhab mereka.
Sebagaimana telah di sebutkan bahwa aliran yang kedua adalah aliran yang dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang (furu').ulama yang mengkaji aliran ini mengacu pada kaidah-kaidah ushul fiqih untuk mengkiaskan dan melegalisir masalah-masalah cabang mazhab-nya dengan demikian mereka menjadikan kaidah-kaidah ini sebagai alat legitimasi bagi istimbatnya dan sebagai bahan untuk argumentasi. Kajian ushul fiqh dalam aliran ini semata – mata hanya untuk menggali masalah – masalah furu' dan argumentasi – argumentasinya, mereka tidak mempunyai kaidah – kaidah ushul fiqh yang tumbuh pada masa istimbat.
Ketahuilah ulama' berpendapat bahwa pertama kali mempolopori aliran ini adalah ulama' madzhab hanafi. Mereka tidak mempunyai kaidah ushul fiqh yang tumbuh pada masa istimbat, sebagaimana di katakan oleh imam ad –dahlawi dalam kitabnya al- inshaf fi bayan asbabil ikhtilaf.
Ketahuilah bahwa mayoritas ulama' menyangka bahwa sebab- sebab timbulnya perselisihan antara imam abu hanifah dan imam syafii berkisar pada kaidah – kaidah ushul yang telah di jelaskan imam bazdawi dalam kitabnya dan lain –lain. Menurut orang yang bukan ahli fiqh bila pintu ijtihad telah di tutup dan tidak diperhitungkannya pemahaman syarat dan sifat sama sekali, dalil yang mewajibkan sesuatu itu mewujudkan atas huhum wajib mutlak dan sebagaimana.meskipun metodhe ushul fiqh madzhab hanafi tampaknya statis dan mandul serta sedikit manfaatnya lantaran semata- mata untuk mempertahankan madzhab tertentu, akan tetapi secara umum methode tersebut mempunyai pengaruh busa terhadap perkembangan pemikiran fiqh. Pengaruh tersebut antara lain berikut ini :
1.    Meskipun methode tersebut semata – mata untuk mempertahankan madzhabnya, akan tetapi sebagai methode untuk berijtihad ia merupakan kaidah – kaidah yang berdiri - sendiri , sehingga dapat dijadikan perbandingan antara kaidah – kaidah tersebut, dengan kaidah – kaidah yang lain dengan mengadakan perbandingan, maka secara obyektif dapat diperoleh methode yang lebih benar dan kuat.
2.    Karena methode tersebut diterapkan terhadap masalah – masalah furu', maka ia bukan merupakan pembahasan yang hampa. Ia justru merupakan pemabahasan yang universal dan kaidah – kaidah yang umumyang dapat diterapkan pada masalah – masalah furu' dengan mengkaji universitas kaidah – kaidah tersebut. Akan memberikan kekuatan tersendiri.
3.    Mengkaji ushul fiqh dengan system tersebut, sama dengan mengkaji perbandingan masalah – masalah fiqh kajian tersebut bukannya membandingkan antara masalah – masalah cabang yang tidak kaidahya, tetapi memperdalam masalah – masalah yan bersifat universal untuk menggali hukum masalah – masalah furu'{juz'i}.
4.    kajian ini memberikan kaidah pada masalah – masalah furu' seperti masalah – masalh pokok, dengan kaidah ini akan diketahui cara menetapkan hokum, merinci masalah – masalah furu', serta memberikan ketentuan hokum terhadap permasalahan yang terjadi pada saat itu dan belum terjadi pada masa imam –imam terdahulu.
Aliran kedua yang disebut dengan thoriqoh hanafiyah {methodologi madzhab hanafi}, adapun kitab ushul fiqh yang mula – mula disusun aliran ini adalah kitab al- ushul karya abil hasan al- karhi {wafat 340 hijriyah} sedang yang lebih luas dan mendetail adalah kitab ushulul fiqh karya abu bakar ar-razi yang terkenal dengan nama al- jashas { wafat 380 H}.setelah itu muncullah seorang ulama' besar yang bernama al- Bazdhawi { wafat 483 H}. Dia menyusun sebuah kitab yang diberi nama ushul al- bazdawi, sebuah kitab ushul fiqh yang ringkas dan mudah di cerna. Kitab tersebut dibilang kitab ushul fiqh yang jelas dan mudah yang disusun menurut methode madzhab hanafi.
Adalah sustu hal yang wajar bila dikatakan bahwa para ulama yang memperdalam ilmu ushul fiqh baik dari madzhab syafi'i, maliki, dan hambali telah banyak yang menyusun kitab ushul fiqh menurut methode hanafi dalam menerapkan kaidah - kaidah kulliyah {universal} pada masalah – masalah furu' yang terdapat madzhab mereka masing – masing.
C.    USHUL FIQH MUTAAKHIRIN
Setelah kedua methode yang berbeda – beda itu menjadi baku, maka terbitlah kitab – kitab fiqh yang disusun oleh para ulama yang ahli dari madzhab syafi'i dan hanafi. setelah itu muncul pula beberapa upaya mengkombinasikan kedua methode yang akhirnya membuahkan kitab – kitab yang tinggi nilainya. Diantaranya  ialah jam'ul jawami' karya tajuddin Abdul wahhab as- subki as- syafi'I {wafat 771 H}, kitab tahrir karya kamalluddin ibnul hummah{ wafat 861 H}.
KESIMPULAN

Secara garis besar, ada dua teori penulisan yang dikenal, yaitu :
a.) Merumuskan kaidah – kaidah fiqhnya bagi setiap bab dalam bab – bab fiqh dan menganalisinya serta mengaplikasikan masalah furu' atas kaidah – kaidah tersebut, misalnya kaidah jual beli secara umum, atau kaidah – kaidah perburuhan. Kemudian menetapkan batasan – batasannya dan menjelaskannya cara- cara mengaplikasikannya dalam kaidah – kaidah itu. Teori ini yang ditempuh oleh golongan hanafi dan merekalah yang merintisnya.
b.) Merumuskan kaidah – kaidah yang dapat menolong seorang mujtahid untuk mengistimbat hukum dari hukum sumber syari, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya.








DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr . Rachmat syafe'I, MA. Ilmu ushul fiqh, cetakan 1 : agustus 1999, cv pustaka setia.
Muhammad Abu zahrah, Ilmu ushul fiqh

1 Komentar

  1. mantap visit juga
    http://aziskeseharian.blogspot.com/2017/02/makalah-fiqih-ushul-fiqih-madzhab-syafii.html

    BalasHapus