Ta'arud Al-Dilalah

PENDAHULUAN
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan nikmatnya kepada kita semua dan yang telah menurunkan syaria’at bagi kelangsungan hidup manusia di dunia ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada insan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad SAW, dan keluarganya serta para sahabatnya yang telah memperjuangkan berdirinya syari’at Allah di bumi ini.
Di dalam makalah yang singkat ini penulis akan membahas tentang ta’arud al-adillah, di mana ta’arud al-adilah ini seakan-akan terjadi pada dalil nash. tetapi sebenarnya hal itu hanyalah sebatas perbedaan pemahaman seorang mujtahid dalam memahami suatu nash tersebut, karena Allah tidak mungkin menurunkan suatu aturan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Namun pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang garis besarnya ta’arud al-adillah, dengan harapan semoga dengan adanya makalah yang cukup singkat ini bisa membantu saudara dalam memahami hukum Allah. serta bisa bermanfaat untuk proses pembelajaran mata kuliah ushul fiqh ini. dan penulis sadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis harapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun. agar dapat menyempurnakan makalah ini.








PEMBAHASAN
Kata ta’arud , secara etimologi berasal dari lafal   عرضyang berarti “ saling berhadapan”. Namun, selain mempunyai arti saling berhadapan kata aradha juga mempunyai arti yang lain diantaranya :  dhahara, ashaba, naha nahwahu, dan ada yang mengartikan dengan “pertentangan”. Sedangkan al-adillah ialah bentuk jamak dari asal kata الدليل   yang berarti “alasan, argumentasi, dan dalil”.
Muhammad Mansyur Asy-syaikh dalam karyanya yang berjudul Al-Qawa’idul Ushuliyyah, mengemukakan arti ta’arudh dari kata al-urdhu dengan dammah ‘ain dalam arti nahiyah.
كأن الكلام المتعارض يقف بعضه في عرض بعض اي نا حية وجهته فيمنعه من النفوذالِِِى حيث وجه
 “kata-kata yang muta’aridh itu sebagian berdiri di arah yang bertentangan  dengan yang lain, yakni arah yang satu pada arah yang lain, sehingga menghalangi/menolak berlakunya kearah mana saja.”
Sedangkan pengertian  ta’arud al-adillah menurut terminologi, para ulama memiliki berbagai pendapat tentang definisi at-ta’arud al-adillah, diantaranya :
a.    Menurut Imam Asy-syaukani, ta’arud al-adillah adalah suatu dalil yang menentukan hukum tertentu terhadap suatu persoalan, sedangkan dalil lain menentukan hukum yang berbeda dengan dalil itu. (Asy-syaukani : 242)
b.    Menurut Kamal Ibnu Al- Humam dan At-Taftazani, ta’arud al-adillah adalah pertentangan antara dua dalil yang tidak mungkin untuk di kompromikan antara keduanya (At-Taftazi : 103)
c.    Ali Hasaballah berpendapat bahwa ta’arud al-adillah adalah terjadinya pertentangan hukum yang dikandung satu dalil dengan hukum yang di kandung dalam dalil lainnya dan ke dua dalil tersebut berada dalam satu derajat. (Ali hasaballah : 334)
Ada pula yang mendefinisikan ta’arud al-adillah sebagai berikut :
اقتضاء كل واحدمن الدليلين فى وقت واحد حكمافى الواقعة يخا لف ما يقتضيه الدليل الأخرفيها
“Masing-masing dalil menghendaki hukum diwaktu yang sama terhadap satu kejadian  yang menyalahi hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lain.”
Adapun penegertian ta’arud al-adillah dalam kajian ilmu ushul fikih adalah :
تقابل الدليليتن على سبيل المما نعة
“Berhadap-hadapan dua dalil dengan cara yang saling bertentangan.”
    Secara garis besarnya bahwa ta’arud al-adillah itu ialah “ adanya pertentangan hukum yang dikandung oleh satu dalil dengan hukum yang dikandung oleh dalil yang lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu tingkatan atau sama derajatnya, serta menghendaki hukum di waktu yang sama terhadap suatu kejadian.”
    Dari berbagai definisi di atas dapat diketahui bahwa persoalan ta’arud al-adillah dibahas oleh para ulama ketika ada pertentangan antara dua dalil, atau antara satu dalil dengan dalil lainnya secara zhahir pada  derajat yang sama.
    Wahbah Al-Juahili berpendapat bahwa pertentangan antara dua dalil atau dua hukum yag terkandung dalam dua buah dalil tergantung  pada pandangan dan kemampuan para mujtahid dalam memahami, menganalisis, serta sejauhmana kekuatan logika mereka.
    Begitu pun Imam Asy-Syatibi berpendapat bahwa pertentangan antara dua dalil adalah pertentangn yang bersifat semu, yang bisa terjadi baik pada  dalil yang qati’ maupun pada dalil yang zhanni, selama berada dalam satu tingkatan atau derajat. Apabila pertentangan terjadi pada dua dalil yang kualitasnya berbeda, maka diambil dalil yang lebih kuat kualitasnya.
    Dalam ta’arud al-adillah ini ada empat jenis ta’arud, yaitu :
1.    Ta’arud antara al-Quran dengan al-Quran
2.    Ta’arud antara sunah dengan sunah
3.    Ta’arud antara sunah dengan qiyas
4.    Ta’arud antara qiyas dengan qiyas
Misalnya ta’arud antara surat al-Baqarah ayat 234 dengan surat al-Thalaq ayat 4 sebagai berikut :
            
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari……” (Q.s. Al-Baqarah : 234)
     
Artinya: “….Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya…..” (Q.s Al- Thalaq : 4)
Ayat pertama menyatakan bahwa wanita-wanita yang ditinggal mati suaminya, ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Ayat ini berlaku umum bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, baik yang hamil maupun yang tidak hamil. Sedangkan ayat yang kedua menyatakan bahwa wanita-wanita yang hamil, ‘iddahnya sampai melahirkan kandungannya. Ayat ini juga berlaku umum bagi wanita yang dicerai suaminya, baik cerai mati maupun cerai hidup.
Menurut Abd al-Wahhab Khalaf – ahli ushul fikh kontemporer dari mesir – adanya pertentangan antara kedua dalil atau hukum, sebenarnya hanya dalam pandangan akal dan bukan pertentangan yang hakiki, karena tidak mungkin al-Syari’ yang Esa dan Bijaksana, menurunkan aturan yang saling bertentangan dalam waktu yang sama.








SIMPULAN
Ta’arud Al-Adillah itu ialah “ adanya pertentangan hukum yang dikandung oleh satu dalil dengan hukum yang dikandung oleh dalil yang lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu tingkatan atau sama derajatnya, serta menghendaki hukum di waktu yang sama terhadap suatu kejadian.”
Dalam ta’arud al-adillah ini ada empat jenis ta’arud, yaitu :
1.    Ta’arud antara al-Quran dengan al-Quran
2.    Ta’arud antara sunah dengan sunah
3.    Ta’arud antara sunah dengan qiyas
4.    Ta’arud antara qiyas dengan qiyas





DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i rachmat. Ilmu ushul fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : CV Pustaka Setia. 1999
Al-khudbari Biek, Syaikh Muhammad. Ushul fikih. Jakarta : Pustaka Amani. 2007
Jumantoro Totok dan Munir Amin Samsul. Kamus ilmu ushul fikih. Amzah 2005
Saiban Kaswi. Metode ijtihad ibnu Rusyd.  Malang : Kutub Minar. 2005
Abu Zahra, Muhammad. Ushul Fiqih. Pejaten barat : Pustaka Firdaus. Cet. Kelima.1999
Al Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh Al Islami, Beirut : Dar Al Fikr 1986
Khalaf, Abd Al Wahab. Ilmu Ushul Al Fiqh. 1977, Cet ke-11


0 Komentar