IJTIHAD MAZHAB SYAFI’I


Pendahuluan
       Imam Asy – Syafi’I merupakan salah seorang Mujtahid dan seorang Imam Madzhab yang mana hasil ijtihad beliau banyak direalisasikan di  Negara kita, hususnya dalam hukum-hukum syar’i. Olah sebab itu perlu kiranya kita sebagai salah satu pengikut  madzhab Imam Syafi’I  untuk mengetahui metode atau cara pengambilan dan penggalian sumber-sumber hukum islam yang digunakan. Untuk itu dengan adanya makalah ini ,saya mencoba untuk menjelaskan tentang metode yang digunakan oleh Imam Syafi’I tersebut.
       Namun sebelum lebih jauh membahas hal itu,lebih baik kiranya kita mengetahui sekilas biografi beliau.Imam Syafi’I nama lengkapnya ialah M Ibnu Idris Al Syafi’I, beliau lahir di Gaza th 150 H,dan tahun itu bertepatan dengan wafatnya ulama’ besar Abu Hanifah, maka ada yang beranggapan bahwa Imam Syafi’I merupakan penerus dari Abu Hanifah.










Pembahasan
 Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan makalah yang lalu tentang pengertian ijtihad, bahwasannya pelaku ijtihad dinamakan MUJTAHID. Dan metode yang digunakan oleh para mujtahid dalam menggali dan mengambil hukum-hukum yang ada dalam  Al-qur’an dan Assunnah berbeda-beda. Tapi disini yang akan dijelaskan adalah metoda yang digunakan oleh Imam Syafi’i yang kita kenal dengan metode DEDUKTIF  (umum-khusus). Jadi jelasnya yang dinamakan metode DEDUKTIF ialah pengambilan hukum dari atas ke bawah yakni dari AL Qur’an,Assunnah,Ijma,Qiyas s/d Qoidah-Qoidah (yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi’i). Jadi DEDUKTIF adalah kebalikan dari INDUKTIF.
      Agar lebih jelas perhatikan contoh Qoidah Imam Syafi’i berikut:
الأموربمقاصدها
                  “Segala urusan tergantung kepada tujuan(niat)nya”
Qoidah tersebut dirumuskan oleh imam Syafi’I didasarkan atas:
a.Firman Tuhan:
                            
145. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
b. Sabda Rosulloh saw. :
انماالأعمال بالنّيات وانمالكلّ امرئ ما نوى,فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله (متفق عليه)
“Amal-amal itu hanyalah dengan niat.Bagi setiap orang hanyalah memperoleh apa yang diniatkannya.Karena itu barang siapa yang hijron kepada Alloh dan Rosulnya maka hijrohnya pada Alloh dan Rosulnya.”
Jadi contoh Qoidah tersebut, awal penetapannya karena ada dalil dari Al-Quran dan Asunnah. Sehingga ketika ada dalil yang menetapkan segala sesuatu (perbuatan) tergantung pada niatnya (ayat diatas), oleh imam syafi’I dibuatlah Qoidah tersebut yang mana pada intinya pembuatan Qoidah tersebut disebabkan adanya dalil itu.
        Kemudian menurut Imam Syafi’I disari’atkan niat adalah untuk membedakan antara perbuatan-perbuatan ‘IBADAT dan ‘ADAT serta untuk menentukan tingkatan satu sama lain.
        Dalam menentukan kedudukan sumber hukum itu sendiri Imam Syafi’I  menempatkannya/mengelompokkannya dalam 5 martabat yaitu:
1.    Al Qur’an dan Assunnah.
2.    Ijma’.
3.    Pendapat Shohabat yang diketahui tiada yang menolaknya.
4.    Pendapat Shohabat yang tidak ditolak Shohabat lain.
5.    Qiyas.
Selain itu pendapat Imam Syafi’I mengenai sumber hokum itu  sendiri adalah:
i.    Alquran merupkan sumber hokum yang pertama kemudian disusul oleh Assunnah. Namun seakan-akan kedukukan keduanya tidak dapat dipisahkan.dan beliau juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa  terdapat lafadz ‘ajam dalam Alqur’an. 
ii.    Mengenai Asunnah beliau menerima kehujjahan hadits ahad tapi mengharuskan beberapa syarat yaitu:
•    Perowinya harus tsiqat dan terkenal sidiq.
•    Perowinya harus menggunakan riwayah billafdzi bukan bilma’na.
•    Perowinya harus cerdas serta mengetahui seluk-beluk hadits tersebut.
•    Haditsnya tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat.

iii.    ‘Am dan Khas (membagi ‘am menjadi  3 yaitu: ’Am dhohir yang dimaksud ‘Am dhohir itu sendiri, ’Am dhohir yang dikehendaki bisa ‘Am dhohir maupun khass,dan ‘Am dhohir yang dikehendaki Khass).
iv.    Ijma’ (lebih rendah dari pada hadits ahad).
v.    Qiyas (merupakan ijtihad yang tidak dinaskan). Yang pertama kali menguraikan dasar–dasar Qiyas dan hakikat Qiyas tapi tidak mendefinisikannya. Mensyaratkan bagi orang yang melakukan Qiyas yaitu: Menguasai bahasa arab,Tahu hokum Alloh (fardhu,adab,nasakh mansukh,’am khas),Tahu sunnah dan qoul-qoul shohabat dan ulama’salaf serta cerdas dan berfikir tajam.
vi.    Istishan (menolak).hal ini diuraikan dalam kitabnya ibtholul istishan.karena dahulu belum ada penjelasan yang pasti tentang istishan tersebut.
vii.    Maslahatul Mursalah (boleh asal mushabbahah antaranya dengan maslahat yang dii’tibarkan ijma’ dan qiyas).
viii.    Aqwalusshohabah (boleh bila tidak menemukan nash atau ijma’ tapi menolak qoul yang bersifat perorangan).


Kesimpulan
 Bahwasannya yang dimaksud dengan metode Deduktif ialah penentuan hukum yang ditetapkannya karena adanya dalil yang telah mentukan, dan biasanya hukum yang ada, belum tentu perbuatan yang dikenai hukum tersebut ada. Sehingga sering dikatakan bahwa metode ini miskin contoh.
         Sebagaimana Imam-imam yang lain, Imam syafi’I juga memiliki karak teristik sendiri yaitu:
    Dalam mengeluarkan hokum syari’ah / berdalil dengan dasar tasyri’ untuk menetapkan hokum berpegang pada dhohir petunjuk nash.
    Dalam kitab Arrisalahnya banyak menggunakan Qiyas.




Daftar Pustaka
       Al-Quran dan terjemahnnya ,Departemen Agama RI
       Ushul fikh Assyafi’iah hayatuhu wa ‘ashruhu…Darul Fikr Arobi
       Dasar-dasar pembinaan hokum fiqh islam,Prof.Dr Mukhtar Yahya dan
 Prof. Drs.Fathurrohman, 1993,Alma’arif Bandung.
        Pokok-pokok Pegangan  Imam Madzhab,Teuku M Hasby Assidiqi,1997,Pustaka
 Riski Putra ,Semarang.

0 Komentar