Psikologi Humanistik

Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak dan Sexton, 2005 ).
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu …
1.    psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia
2.    psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia
3.    psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi
latar belakang psikologi humanistic.
Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai ” kekuatan ketiga ” dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis ” Sigmun Freud ” : berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam diri .
Behaviorisme ” Ivan Pavlov ” : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan oleh faktor eksternal dari lingkungan .
Humanistik ” Abraham Maslow ” : memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia, hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang .
Tokoh Humanistik, salah satunya adalah Maslow
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu;
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia dapat menerima diri sendiri.
Mengenahi kebutuhan manusia, Maslow membaginya menjadi bermacam-macam hierarki.
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.











Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak dan Sexton, 2005 ).
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu …
1.    psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia
2.    psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia
3.    psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi
Latar Belakang Psikologi Humanistik
Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai ” kekuatan ketiga ” dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis ” Sigmun Freud ” : berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam diri .
Behaviorisme ” Ivan Pavlov ” : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan oleh faktor eksternal dari lingkungan .
Humanistik ” Abraham Maslow ” : memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia, hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang .
Tokoh Humanistik, salah satunya adalah Maslow
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu;
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia dapat menerima diri sendiri.
Mengenahi kebutuhan manusia, Maslow membaginya menjadi bermacam-macam hierarki.
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.









Perkembangan psikologi humanistik tidak lepas dari pandangan psikologi holistik dan humanistik. Pekembangan aliran-aliran behaviorisme dan psikoanalisis yang sangat pesat di Amerika Serikat ternyata merisaukan beberapa pakar psikologi di negara itu. Mereka melihat bahwa kedua aliran itu memandang manusia tidak lebih dari kumpulan refleks dan kumpulan naluri saja.
Mereka juga menganggap kedua aliran itu memandang manusia sebagai makhluk yang sudah ditentukan nasibnya, yaitu oleh stimulus atau oleh alam ketidakkesadaran manusia. Dan yang tidak kalah penting, mereka berkesimpulan bahwa kedua aliran itu menganggap manusia sebagai robot atau sebagai makhluk yang pesimistik dan penuh masalah.
Humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagian-bagian dari jiwa manusia, namun dalam penyimpulanya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. Pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. Selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaanya itu sendiri. Karena itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran behaviorisme dan psikoanalisis, seperti cinta, kreatifitas, pertumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencian, agresivitas, kemandirian, tanggung jawab dan sebagainya. Pandangan ini disebut pandangan humanistik.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
Humanistik tidak jelas kaitannya dengan ekologi psikologi. Pada satu sisi, Humanistik tempat yang paling berkuasa atas nilai potensial untuk pengembangan individu.  Ini nilai-nilai pengalaman manusia dan kemampuan manusia untuk melampaui pikiran dengan lingkungan sekitarnya, dengan cara yang kreatif.  Jadi dalam hal Humanistik untuk manusia dan pengalaman. Humanistik adalah ilmu manusia untuk menangkap pengalaman dalam semua keindahan yang subjektif.  Ini yang menyebabkan sebuah penekanan atas berbagai  metode fenomenologi yang bertujuan untuk mendapatkan semaksimal mungkin jati diri manusia.
Pada sisi lainya, ekologi psikologi dengan kontras menunjukkan pemisahan manusia dari tanaman, binatang dan materi dunia sebagai buatan yang menyesatkan dan tidak bijaksana.  Ekologi melihat, yang paling universal dan paling tinggi nilai simbol dan gambar dari pikiran manusia berasal dari kapasitas untuk memungut dalam ukuran kecil  yang sungguh-sungguh untuk menopang semesta dan kita masuk di dalamnya. Jika ini adalah pernyataan simbolis yang penting dari aspek pemenuhan manusia, maka kita perlu mempertimbangkan sebuah “ekologi diri” yang merangkum semua bentuk kehidupan dan perasaan kesatuan.
Saat ini rasa kuatir, depresi, bingung dan kesepian pada individu yang mencari beberapa penjelasan untuk rasa isolasi dan kesedihan mereka.  Kontemporer kerja, dengan penekanan pada gencarnya pembangunan teknologi, persaingan tajam dan individualisme telah membuat korban tak terhitung.  Mereka hadir dari hilangnya eksistensial karena keprihatinan yang dramatis atas racun di lingkungan pekerjaan. Secara tradisional, orang-orang ini telah dirawat dengan baik namun belum cukup. Melalui hubungan yang saling menerima dan melalui upaya bersama antara antara klien dan terapis dalam menggali semua pengalaman dan perasaan klien untuk pencapaian keseimbangan antara berbagai pengalaman dan perasaan yang sesungguhnya terjadi pada diri klien. Karena dengan ini maka terwujud prosedur terapi yang memandang manusia sebagai suatu kesatuan dan eksistensial diri.
Jadi pemahaman tentang manusia dalam psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas Psikologi humanistik juga didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia. Sehingga terwujudlah satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia secara holistik.
Daftar Pustaka
W. Sarwono, Sarlito, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 2000.
The Journal of Humanistic Psychology, Vol. V, No. 2, Fall 1965, pp. 219 – 227.
Handbook of Humanistic Psychology, by Kirk J. Schneider, James F.T. Bugental, and Jean Fraser Pierson (Eds.), 2000.





















TEORI KONSTRUKTIVISME
TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN
Oleh : Samsulhadi, S.Pd
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSTRUKTIVISME
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri, sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
• Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
• Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
• Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
• Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
• Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME
1.    Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2.    Mengembangkan ide yang diawali oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.    Menyokong pembelajaran secara koperatif
4.    Membentuk sikap dan pembawaan murid
5.    Mengembangkan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
6.    Mengembangkan & menerima usaha & pribadi murid.
7.    Menggairahkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
8.    Menganggap pembel ajaran sebagai suatu proses yang sama penti ng dengan hasil pembel ajaran
9.    Mengembangkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
C. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :
1.    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3.    Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.    Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar
5.    Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.    Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.    Mencari dan menilai pendapat siswa
8.    Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME
a.    Kelebihan
• Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
• Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
• Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
• Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
• Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
b.    Kelemahan
(1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi,
(2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda,
(3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa, dan yang kebih penting lagi, dan
(4) meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.
E. PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.    Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.    Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.    Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri
4.    Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5.    Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
F. HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN TEORI BELAJAR LAIN
Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.
1.    Teori Belajar Konsep
Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.
2.    Teori Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan menggabungkan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki. Keduanya menekankan pentingnya menggali pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
3.    Teori Skema.
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.
4.    Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme
Konstruktivisme berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif sibelajar. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang lengkap. Menurut Konstruktivisme, bla seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya.
Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja.
Kadang–kadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan Teori Pencarian Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka punya kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.
G. IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN
a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para sisiwa sendiri, para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirian bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3) Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
H. SIMPULAN
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudah cara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hippotesishipotesis dan idea-idea baru. Pandangan ini bertolak daripada teori pembelajaran daripada Behaviorisme kepada Kognitivisme dan seterusnya Konstruktivisme.
Dari pembahasan di atas fenomena pendidikan kita semestinya dapat dilihat dari segala aspek, tidak hanya dipolarisasi sedemikian rupa, hanya untuk memperoleh manfaat pada satu aspek saja, misalnya ditekankan pada prestasi siswa yang hanya menyentuh ranah kognitif, tetapi lebih luas lagi harus memiliki kepribadian yang merefleksikan kedirian sebagai manusia yang seutuhnya sebagai hamba Tuhan. Penulis dapat memberikan kesimpulan, bahwa:
Pertama, teori konstruktivis yang diterapkan di beberapa negara maju, kemudian dikembangkan di negara lain termasuk Indonesia memiliki keunggulan, mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, mengutamakan proses, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, dan pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Konsep pembelajaran dengan menggunakan persoalan-persoalan rill yang terjadi masyarakat kemudian dikembangkan untuk menemukan solusi membuat daya kritis anak menjadi terasah dan kemampuan intelektual semakin berkualitas.
Kedua, meskipun memiliki keunggulan, setiap teori tidak ada yang sempurna tidak terkecuali teori konstruktivis. Kelemahan yang serius dalam pengembangan pendidikan adalah kurangnya nilai-nilai kemanusiaan yang diinternalisasi oleh seorang guru. Mengajar bukan hanya sebatas memberikan pemahaman terhadap suatu persoalan, tetapi memberikan contoh bagaimana berperilaku yang baik adalah lebih penting. Dalam proses belajar-mangajar guru harus perilaku yang humanis dan selalu mengembangkan perilaku tersebut.
Ketiga, dengan demikian tugas guru bukan mulai berkurang, tetapi menurut penulis, guru di samping memiliki pemahaman terhadap disiplin ilmu yang diajarkan dia harus memiliki moralitas yang tinggi dan lebih penting mampu memberikan contoh kepada siswa (anak). Walaupun dalam penyelesaian keterlibatannya relatif sedikit tetapi nilai-nilai yang humanis memliki porsi yang besar untuk di selalu diajarkan. Pengajaran nila-nilai humanis sedianya dilaksanakan dengan dasar cinta, karena pendidikan berbasis cinta akan mampu memberikan daya wujud yang kuat. Cinta memang sulit didefinisi tetapi cinta mampu menggerakkan. Karena yang membuat pendidikan kita mengalami distorsi karena sekat-sekat akibat dari sudut pandang pengajar yang hanya melaihat profesi tersebut sebagai pekerjaan yang tidak ubahnya seorang karyawan industri, membentuk suatu produk sesuai dengan rencananya. Berbeda dengan karyawan, guru bertanggungjawab membentuk manusia yang memiliki karakter multidimensi dan sangat kompleks terdiri dari psikis dan fisik yang terbagi pada aspek kognitif, afektif dan konatif.
Keempat, diharapkan dengan riset dan kajian ilmiah tentang pendidikan yang berbasis cinta dapat menawarkan konsep yang lebih relevan dan konkrit untuk kemudian dapat diimplementasikan secara bersinergi, sehingga fenomena yang ironis tersebut bisa dielminir.


Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak dan Sexton, 2005 ).
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu …
1.    psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia
2.    psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia
3.    psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi
Latar Belakang Psikologi Humanistik
Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai ” kekuatan ketiga ” dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis ” Sigmun Freud ” : berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam diri .
Behaviorisme ” Ivan Pavlov ” : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan oleh faktor eksternal dari lingkungan .
Humanistik ” Abraham Maslow ” : memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia, hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang .
Tokoh Humanistik, salah satunya adalah Maslow
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu;
1. suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia dapat menerima diri sendiri.
Mengenahi kebutuhan manusia, Maslow membaginya menjadi bermacam-macam hierarki.
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.

0 Komentar