Analisis Metode dan Media Terhadap Aplikasi Teori Behaviorisme

1. Pendahuluan
    Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memampukan kita dalam beribadah kepadanya. Sholawat beriringkan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Pada kesempatan kali ini syukur kepada Allah SWT pemakalah berkesempatan mempersentasikan tugas makalah, dengan judul Analisis Metode dan Media Sehubungan Dengan Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran. Pemakalah mengutip apa yang digoreskan Muh. Hizbul Muflihin di dalam KHAZANAH PENDIDIKAN : Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No.1 (Maret 2009) hal :
123. APLIKASI DAN IMPLIKASI TEORI BEHAVIORISMEDALAM PEMBELAJARAN
(Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran). Learning and teaching are inseparable but not dentical. Learning is more descriptive, while teaching more prescriptive. From behavioristic point of view, a teacher should be able to create an atmosphere which enables students to build the expected competence. When this is achieved, it should be followed with reinforcement to make it part of students memory. Yang intinya, belajar dan pengajaran tidak dapat dipisahkan, namun keduanya tidak lah sama. Kalau belajar itu lebih deskriptif, sementara pengajaran lebih bersifat menentukan. Nah dengan teori Behavioristik bisa dilihat, seorang guru itu harus mampu menciptakan atmospir dimana dengannya dapat memungkinkan para murid membangun kecakapan yang diinginkan. Yang disertai dengan penguatan.
    Aliran behavioristik yang lebih bersifat elementaristik memandang manusia sebagai organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Pada dasarnya, manusia dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikontrol dengan jalan mengontrol stimulus-stimulus yang ada dalam lingkungannya (Mukminan, 1997: 7). Dengan demikian, dalam makalah simpel ini kita akan membahas aplikasi dari teori behaviorisme ini. Serta kami mengajak para teman untuk berdiskusi mengenai metode dan media apa yang sekiranya mendukung aplikasi behaviorisme tersebut. Yang tentunya, aplikasi teori ini  tidak bisa lepas dari peranan metode dan media.
Kritik dan saran sangatlah pemakalah nantikan. Dengan kerendahan hati kami ucapkan selamat mengikuti diskusi rutin mingguan kita dalam mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
    Dalam makalah ini kami mencantumkan :
1.    Pendahuluan
2.    Pembahasan
    Aplikasi teori behaviorisme
    Analisis metode
    Analisis media
3.    Penutup





















2. Pembahasan
    Aplikasi teori behaviorisme
Prinsip Umum Aplikasi Teori Behavirostik Dalam Pembelajaran
    Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif. Apalagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut
adalah:
1)    Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2)    Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons.
3)    Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.

    Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1)    Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
2)    Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
3)    Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
a)    Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (obserbable)
b)    Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
c)    Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
d)    Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).
    Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut :
1)    Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa Siswa sebagai subjek yang akan diharapkan mampu memiliki sejumlah kompetensi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, perlu kiranya dianalisis kemampuan awal dan karakteristiknya. Hal ini dilakukan mengingat siswa yang belajar di sekolah tidak datang tanpa berbekal apapun sama sekali (mereka sangat
mungkin telah memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang di dapat di luar proses pembelajaran). Selain itu, setiap siswa juga memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam hal mengakses dan atau merespons sejumlah materi dalam pembelajaran. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh guru jika melakasanakan analisis terhadap kemampuan dan karakteristik siswa, yaitu :
a)    Akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prasyarat (prerequisite) bagi bahan baru yang akan disampaikan.
b)    Akan memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan berdasar pengalaman tersebut, guru dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta ilustrasi yang tidak asing bagi siswa.
c)    Akan dapat mengetahui latar belakang sosio-kultural para siswa, termasuk latar belakang keluarga, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
d)    Akan dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmaniah maupun rohaniah.
e)    Akan dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa.
f)    Dapat mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa.
g)    Dapat mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya.
h)    Dapat mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi para siswa
(Oemar Hamalik, 2002 : 38 -40)
      2) Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Idealnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh siswa dan juga sesuai dengan kondisi siswa, sehingga di sini guru tidak akan over-estimate dan atau under-estimate terhadap siswa. Namun kenyataan tidak demikian adanya.
Sebagian siswa ada yang sudah tahu dan sebagian yang lain belum tahu sama sekali tentang materi yang akan dibelajarkan di dalam kelas. Untuk dapat memberi layanan pembelajaran kepada semua kelompok siswa yang mendekati idealnya (sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik masing-masing kelompok) kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu
a)    Siswa menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara                guru melakukan tes dan pengelompokkan (dalam hal ini tes dilakukan sebelum siswa mengikuti pelajaran), atau
    b). materi  pembelajaran disesuaikan dengan keadaan siswa (Atwi Suparman, 1997 :
                108). Materi pembelajaran yang akan dibelajarkan, apakah disesuaikan dengan
                   keadaan siswa atau siswa menyesuaikan materi, keduanya dapat didahului dengan   mengadakan tes awal atau tes prasyarat (prerequisite test). Hasil dari prerequisite  test ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu : siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni
     a) sudah cukup paham dan mengerti, serta
b) belum paham dan mengerti. Jika keputusan yang diambil siswa dikelompokkan     menjadi dua di atas, maka konsekuensinya: materi, guru dan ruang belajar harus dipisah.

    Hal seperti ini tampaknya sangat susah untuk diterapkan, karena berimplikasi pada penyediaan perangkat pembelajaran yang lebih memadai, di samping memerlukan dana (budget) yang lebih besar. Cara lain yang dapat dilakukan adalah, atas dasar hasil analisis kemampuan awal siswa dimaksud, guru dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin diketahui adalah bahwa pada pokok materi pembelajaran tertentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti, dan pada sebagian pokok materi pembalajaran yang lain sebagian besar siswa belum atau tidak mengerti dan paham.
    Rencana strategi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru terhadap kondisi materi pembelajaran yang sebagian besar siswa sudah mengetahuinya, materi ini bisa dilakukan pembelajaran dalam bentuk ko-kurikuler (siswa diminta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar, lalu diminta melaporkan hasil diskusi kelompok dimaksud). Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang tidak dan belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan dibelajarkan secara penuh di dalam kelas.
    Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah :
1)    Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2)    Melakukan analisis pembelajaran
3)    Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4)    Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5)    Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6)    Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan
    waktu)
7)    Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan
    sejenisnya)
8)    Mengamati dan menganalisis respons pembelajar
9)    Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10)    Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).


    Analisis Metode
    Dari segi bahasa Arab, dalam kamus (العصري) metodeمنهج : طريق,  berartiakan, metode, prosedur, proach/pendekatan.
    Pemakalah mengutip sebuah kaidah sebagai berikut :
الطريقة خير من المادة ولكن المعلّم خير من الطريقة
    Artinya : metode itu lebih baik ketimbang mata pelajaran. Namun, guru itu lebih baik ketimbang suatu metode. Pemakalah menyimpulkan, kaidah ini ingin menyampaikan bahwa, metode dalam pembelajaran itu penting. Serta kaidah ini cukup cocok dengan aplikasi teori behaviorisme yang menjunjung tinggi arti seorang guru.
     Menurut riwayat haditnya nabi Muhammad SAW bersabda : “Bagi segala sesuatu itu ada metodenya, dan metode masuk surga adalah ilmu” (HR. Dailami) Titik terangnya, menurut hadits ini metode itu bukan saja diperlukan, namun lebih ke pada kebutuhan.
    Berkenaan dengan metode, al-Qur’an (al-Nahl ayat 125) telah memberikan petunjuk mengenai metode pendidikan secara umum, yaitu :
ادع الى سبيل ربّك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالّتي هي أحسن انّ ربّك هو أعلم بمن ضلّ عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
    Petunjuk al-Qur’an tentang metode-metode pendidikan, dapat kita peroleh dari ungkapan “al-Hikmah” (bijaksana) dan “al-Mauizhah al-Hasanah” (pelajaran yang baik).
    Metode apa pun yang digunakan oleh pendidik/guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip KBM.
    Pertama, berpusat pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu kesalahan jika guru memerlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan.
    Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperloleh pengalaman nyata.
    Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together).
    Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingi tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik ungtuk berpikir kritis dan kreatif.
    Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan ang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik.
    Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.
Metode ceramah, Metode tanya jawab, Metode tulisan, Metode diskusi, Metode pemecahan masalah (problem solving),  Metode kisah, Metode perumpamaan, Metode pemahaman dan penalaran (al-ma’fifah wa al-nazhariyah), Metode Perintah Berbuat Baik dan Saling Menasihati, Metode Suri Telada, Metode Hikmah dan Mau’izhah Hasana, Mitode Peringatan dan Pemberian Motivasi, Metode Praktik, Metode karya wisata, Pemberian Ampunan dan Bimbingan, Metode Kerja Sama, Metode Tadrij (Pentahapan).
    Analisis Media
    Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (وسلئلم) (namu, pemakalah kebingungan, akan mengindentifikasi tulisan Arab ini dalam kamus) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.  Namun menurut kamus (العصري) وسيلة وسائل مرادفها sarana-sarana, wasilah (perantara). Sebelum kita menentukan suatu media, kiranya, kita harus mengatahui manfaat media itu sendiri. Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar. Salah-satunya, pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Alasan kedua, mengapa penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.  Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut. Sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
    Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994:6):
    Pertama, media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan roses belajar mengajar;
    Kedua, fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
    Ketiga, seluk-beluk proses belajar;
    Keempat, hubungan antara metode mengajar dan media pendidiakn;
    Kelima, nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
    Keenam, pemilihan dan penggunaan media pendidin;
    Ketujuh, berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
    Kedelapan, media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;
    Kesembilan, usaha inovasi dalam media pendidikan.
   
    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi sehingga membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
   




Untuk penggunaan media, memiliki batasan-batasan, di antaranya, sebagai berikut:
    Media pendidikan memiliki pegertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didenga, atau diraba dengan pancaindra.
    Media pendidikan memiliki pengertian non-fisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupkan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
    Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio
    Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
    Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa  dalam proses pembelajaran.
    Media pendidikan dapat digunakan secara massa (misalnya : radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya : film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya : modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder).
    Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.









3. penutup
    Telah kita ketahui, bahwa inti dari aplikasi teori behaviorisme, guru berperan penuh, sedangkan murid bersikap pasif. Oleh sebab saat sekarang ini para murid lebih condong berguru pada media seperti contoh internet, dalam menggapai informasi. Apabila sang guru tidak mampu mengkondisikan murid, dalam artian tidak memperhatikan aplikasi dari teori ini dengan baik, maka benarlah sebagaimana yang diungkapkan oleh Ma’ruf Zariq :           
كانت التربيّة القديمة تعتقد ان الطفل (التلميذ) صفحة بيضاء ينقش عليها المربّي مايريده, أو أنّه قطعة عجين ليّنة نضعها في القالب الذي نريد.
 تنقل التربية الحديثة العبء كلّه من المعلّم الى التلميذ ليصبح محور النشاط, وهو القطب الإيجابي في العملية التعلمية, والمعلّم هو القطب السلبي
Imbas dari keadaan siswa yang demikian, menandakan guru dalam situasi ini pasif. Dan hal ini jelas bertentangan dengan ciri khas teori behaviorisme dalam memaknai siswanya.
    Serta guru dituntut memperhatikan metode dalam pembelajaran, yang metode ini harus dikuasai guru dalam menghadapi siswa didik. Sehingga, dengan metode tersebut guru dapat memilih media apa yang serasi dengan metode itu sendiri. Pada ahirnya pengaplikasian teori behaviorisme dapat berjalan dengan baik.
    Perlu diperhatikan, dalam prakteknya seorang guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang paling tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru-guru itu sendiri. Dengan aplikasi teori behaviorisme ini, hal di atas terjawab. Guru menurut behaviorisme, dituntut dapat mengerti kondisi siswa sebelum menghadapi pembelajaran, sifat materi apa yang layak bagi siswa yang demikian adanya, demikian, teori ini juga terkait dengan media. Serta, kondisi para guru, sudah barang tentu, dari segi kualitas mereka tidak diragukan lagi, menurut teori behaviorisme sebagai mana yang telah kita bahas.


DAFTAR PUSTAKA
   
Arsyad  Azhar, Media Pengajaran, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sep 1997

Ali Atabik et.ol, Kamus Al ‘asri Yogyakarta : Multi Karya Grafika.

Hizbul Muflihin  Muh. Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No.1     (Maret 2009).     APLIKASI     DAN IMPLIKASI TEORI     BEHAVIORISMEDALAM     PEMBELAJARAN     (Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran)     http://jurnal.ump.ac.id/_berkas/jurnal/11.pdf

Majid  Abdul, Perencanaan Pembelajaran (mengembangkan standar kompetensi     guru), Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2006

Mulyasa  E. M.Pd. Menjadi Guru PROFESIONAL, Bandung : PT Remaja     Rosdakarya. Mei 2006

معروف زريق, كيف نربّي أبنائنا, دارالفك

Sunaryo, Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial, Malang : IKIP     Malang. 1989

Sudjana Nana et.ol. Media Pengajaran. Bandung : CV Sinar Baru Bandung. 1989

0 Komentar