Al-TABI’ DAN AL-SYAHID

MAKALAH ILMU HADIS

Dosen Pembimbing :
Drs. M. Damanhuri, M.A.

Disusun Oleh:
Fathur Rahman Al-Aziz










JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA'HAD ALY AL-HIKAM
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ilmu musthalah hadis, dikenal sebuah istilah yang bernama I’tibar. I’tibar ialah suatu cara untuk mencari Hadis Syahid dan Hadis Tabi’ dengan jalan mengobservasi rawi yang sama antara sebuah hadis dengan hadis lain, atau mengenai suatu matan hadis yang bersesuaian atau menguatkan terhadap matan hadis yang lain.
Istilah Hadis Syahid dan Hadis Tabi’ sulit kita temukan pada daftar isi suatu buku, baik yang berbahasa indonesia maupun yang berbahasa arab, karena pada daftar isi suatu buku, lebih banyak menggunakan istilah Isytisyhad dan Mutaba’ah, atau menggunakan istilah Mutaba’at dan Syawahid dari pada menggunakan istilah Syahid dan Tabi’. Walaupun sebagian buku menggunakan istilah Mutabi’ dan Syahid, namun kedua istilah ini didahului oleh istilah I’tibar yang semua itu membuat kita kerepotan untuk mencari penjelasan tentang dua istilah ini dalam ilmu hadis.
Oleh karena itu, mengenai apa, ada berapa, dan bagaimana, serta apa peranan kedua istilah hadis ini, akan dijelaskan oleh penulis pada bab II atau pada pembahasan dalam makalah singkat ini. Di samping itu, untuk lebih memperjelas dan memperdalam pengetahuan kita mengenai seluk-beluk dua istilah yang mungkin jarang kita dengar ini, penulis akan mencantumkan contoh-contoh keduanya untuk lebih mudah memahaminya.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi teman-teman,  atau bagi siapa saja yang kebetulan membaca tulisan dalam makalah ini, penulis hanyalah manusia yang lemah yang sangat jauh dari kesempurnaan, karena itu, penulis sangat berterima kasih apabila ada kritik, saran, atau apa saja yang berkaitan dengan makalah ini, lebih-lebih kami mohon bimbingan dari dosen pembimbing mata kuliah ini,  yaitu beliau Drs. M. Damanhuri, M.A.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Al-Syahid
Secara etimologi, kata syahid merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi syahida. Sedangkan arti dari syahid dalam kamus berbahasa arab adalah orang yang menginformasikan apa yang disaksikannya (saksi), atau juga bisa mempunyai arti lisan.  Dalam kamus Lisan al-Arab dijelaskan, bahwa Syahid juga mempunyai arti orang alim yang menjelaskan apa yang diketahuinya, serta mempunyai arti orang yang hadir.
Sedangkan pengertian secara terminologi, banyak ulama yang mendefinisikannya, di antaranya:
المشارك في اللفظ أو المعنى مع عدم الاتحاد في الصحابي
“Hadis yang menyerupai hadis lain dari segi lafalnya atau maknanya saja serta tidak adanya kesamaan dalam sanad sahabatnya”

الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاختلاف في الصحابي
“Hadis yang para perowinya sama dengan para perowi hadis ghorib dari segi lafal dan maknanya atau maknanya saja serta adanya perbedaan dalam sanad sahabatnya”

ما وافق راو راويه عن صحابي آخر بمتن يشبهه في اللفظ والمعنى جميعا او في المعنى فقط
“Hadis yang perowinya sesuai dengan perowi hadis dari sahabat yang berbeda dengan menggunakan matan yang menyerupainya dalam hal lafal dan maknanya secara keseluruhan atau dalam maknaya saja”

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ulama hadis di atas,  dapat disimpulkan bahwa definisi tersebut mempunyai arti yang sama, hanya berbeda redaksinya saja. Jadi, definisi hadis al-Syahid secara konkritnya adalah hadis yang matannya ada kesamaan dengan hadis lain (hadis gharib) dari segi lafal atau maknanya saja, namun sanad sahabat kedua hadis tersebut berbeda.
Dari pengertian atau definisi Hadis Syahid di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Hadis al-Syahid ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.    Al-Syahid al-Lafdzi
Hadis al-Syahid al-Lafdzi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain secara lafal , contohnya:
أخبرنا مالك عن عبد الله بن دينار عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " الشهر تسع وعشرون لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه الشافعي في الأم)
“Malik mengkhabarkan kepada saya, dari Abdullah Ibn Dinar dari Ibn Umar bahwa Rasul Allah saw. bersabda : Satu bulan adalah 29 (hari), kalian jangan berpuasa sehingga kalian melihat Hilal dan kalian jangan berbuka sehingga kalian melihatnya pula, maka jika tidak jelas kepada kalian semua maka sempurnakanlah hitungan (bulan) kepada tiga puluh. HR. Al-Syafi’i”
        Hadis ini, menurut ulama hadis dikelompokkan ke dalam hadis gharib, karena Malikiyah sendiri meriwayatkan hadis tersebut dengan menggunakan lafal "فإن غم عليكم فاقدروا له ". Namun setelah melakukan penelitian, hadis tersebut banyak ditemukan pula dengan menggunakan sanad lain seperti hadis berikut:
أخبرنا محمد بن عبد الله بن يزيد قال حدثنا سفيان عن عمرو بن دينار عن محمد بن حنين عن بن عباس قال عجبت ممن يتقدم الشهر وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم  إذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه النسائي)
“Muhammad Ibn Abdillah Ibn Yazid mengkhabarkan kepada saya, berkata dia, Sufyan bercerita kepada saya dari Umat Ibn Dinar dari Muhammad Ibn Hunain dari Ibn Abbas, berkata ia, saya heran terhadap orang yang mendahulukan bulan, padahal Rasulullah saw. bersabda jika kalian melihat hilal, maka puasalah, dan jika kalian melihatnya (lagi) berbukalah, namun jika (hilal) samar terhadap kalian, sempurnakanlah hitungannya 30. HR. Al-Nasa’i”
Yang menjadi titik tekan dalam contoh ini adalah lafal فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين, karena lafal tersebut termuat juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm, sehingga hadis yang kedua ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Lafdzi.
2.    Al-Syahid al-Maknawi
Hadis al-Syahid al-Maknawi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dari segi maknanya saja  Contohnya:
حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا محمد بن زياد قال سمعت أبا هريرة رضي الله عنه يقول : قال النبي صلى الله عليه و سلم أو قال قال أبو القاسم صلى الله عليه و سلم ( صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين ) (رواه البخاري).
“Adam bercerita kepada saya, Syu’bah bercerita kepada saya, Muhammad Ibn Ziyad bercerita kepada saya, berkata Ia, saya mendengar Abu Hurairah Ra. Berkata, Nabi Muhammad saw. bersabda, atau Ia (Abu Hurairah) berkata, Abu al-Qasim saw. bersabda: berpuasalah kalian semua karena melihatnya (Hilal) dan berbukalah kalian semua karena melihatnya, lalu jika (hilal) tertutup kepada kalian semua, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban itu ke 30. HR. Al-Bukhari”

Matan hadis ini menguatkan matan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas dari segi maknanya, karena kedua matan hadis tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga hadis ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Maknawi.
B.    Al-Tabi’
Kata Tabi’ dalam kajian ilmu bahasa, juga merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi taba’a. Kata Tabi’ ini menurut bahasa mempunyai arti pengikut, pembantu dan golongan jin laki-laki.  Dan dalam istilah lain, kata Tabi’ ini juga dikenal dengan sebutan Mutabi’ atau Mutaba’ah.
Sedangkan secara terminologi, para ulama juga mendefinisikannya dengan berbagai redaksi, di antaranya adalah:
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاتحاد  في الصحابي
“Hadis yang para perowinya sama dengan para perowi hadis ghorib dari segi lafal dan maknanya atau maknanya saja serta adanya persamaan dalam sanad sahabatnya”

ما شارك حديثا آخر في اللفظ او المعنى مع الاتحاد في الصحابي
“Hadis yang menyerupai hadis lain dari segi lafalnya atau maknanya saja serta adanya kesamaan dalam sanad sahabatnya”

ما وافق راويه راو آخر ممن يصلح أن يخرج حديثه فرواه عن شيخه أو من فوقه بلفظ مقارب
“Hadis yang para perowinya sesuai dengan perowi lain dari orang yang pantas mengeluarkan hadisnya lalu ia meriwayatkan hadis itu dari gurunya atau dari orang yang berada di atasnya dengan menggunakan lafal yang mendekati”

Dari beberapa definisi para ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa hadis al-Tabi’ adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan dengan hadis lain (hadis gharib) serta sanad sahabat dari kedua hadis tersebut sama.
        Hadis tabi’ ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.    Tabi’ Tam
Tabi’ Tam adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanadnya pun sama mulai dari awal sampai akhir. Contohnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ (رواه البخاري)
“Abdullah Ibn Maslamah bercerita kepada saya, Malik bercerita kepada saya dari Abdullah Ibn Dinar dari Abdullah Ibn Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda satu bulan adalah 29 malam, maka janganlah engkau berpuasa sehingga engkau melihatnya (Hilal) maka jika tidak jelas kepada kalian semua maka sempurnakanlah hitungan itu kepada 30. HR. Al-Bukari”

Sanad hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari ini mempunyai kesamaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Syafi’i mulai dari awal sanad sampai akhir sanadnya dan matannya pun sama. Oleh karena itu, hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Tam.
2.    Tabi’ Qashir
Tabi’ Qashir adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari segi sanadnya namun hanya sanad sahabatnya saja, atau mulai dari sanad kedua dan dari segi matan juga ada kesamaan, baik secara lafal atau makna,  contohnya:
حدثنا ابن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيدالله بهذا الإسناد  وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين نحو حديث أبي أسامة (رواه مسلم)
“Ibn Numar bercerita kepada saya, ayah saya bercerita kepada saya, Ubaidillah bercerita kepada saya dengan sanad ini dan Dia berkata : maka jika (hilal itu) samar terhadap kalian semua, maka perkirakanlah 30 (hari) sebagaimana hadis Abi Usamah. HR. Muslim”

Sanad sahabat dari hadis ini, sama dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas, yaitu Ibn Umar. Namun dari awal sanadnya tidak ada kesamaan. Karena itu, hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Qashir.

C.    Peranan al-Syahid Dalam Analisis Kuantitas Sanad
Syahid sangat diperlukan dalam proses penelitian hadis untuk menguatkan posisi suatu hadis dalam segi kuantitasnya. Sebuah hadis yang pada mulanya gharib (hanya diriwayatkan oleh seorang rawi) dapat naik tingkatannya menjadi hadis 'aziz, hadis masyhur atau bahkan hadis mutawatir bila ada syahid.
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Al-Syafi’i di atas. Pada mulanya Imam Syafi'i dianggap sendirian di dalam meriwayatkan hadis tersebut. Oleh karena itu, hadits tersebut dikatakan ghorib. Akan tetapi, kemudian ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i dari Muhammad Ibnu Hunain dari Ibnu Abbas, maka keghoriban hadis tersebut secara otomatis menjadi hilang.
D.    Peranan al-Tabi’ Dalam Analisis Kualitas Sanad
Sedangkan posisi Hadis Tabi’ dalam sebuah hadis sangat berpengaruh pada kualitas hadis itu sendiri. Karena ketika ada sebuah hadits yang dinilai dari segi sanad memiliki kekurangan, maka akan menyebabkan hadis tersebut tidak bisa mencapai derajat shahih atau hasan. Akan tetapi, ketika ditemukan hadis yang sama dari jalur lain, maka posisi hadis yang pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi hadis sahih li ghairihi (apabila pertamanya ia hasan li dzatihi) berkat dukungan dari sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi matannya dijustifikasi oleh faktor eksternal. Dan kekurangan pada salah satu perawi dapat dihilangkan dengan adanya bukti berupa hadis yang sama dan diriwayatkan dengan jalur yang berbeda.
Contoh kasusnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Syafi’i di atas. Hadis ini dinilai gharib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafi’i dari Malik. Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dengan sanad yang sama. Sehingga, seandainya hadis Imam Syafi’i tersebut hasan, maka dapat naik tingkatan menjadi sahih li ghairihi. Dan kalaupun hadits tersebut dla’if, maka dapat terangkat menjadi hasan li ghairihi.














BAB III
KESIMPULAN
Definisi hadis al-Syahid secara terminologi adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut berbeda. Dari pengertian ini, maka dapat disimpulkan bahwa hadis al-syahid ini terbagi menjadi dua, yaitu:
3.    Al-Syahid al-Lafdzi
Hadis al-Syahid al-Lafdzi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dari segi lafalnya.
4.    Al-Syahid al-Maknawi
Hadis al-Syahid al-Maknawi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dari segi maknanya saja.
Sedangkan Hadis al-Tabi’ adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut sama.     Hadis tabi’ ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
3.    Tabi’ Tam
Tabi’ Tam adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari segi sanad, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad dan dari segi matan, baik secara lafal maupun secara makna.
4.    Tabi’ Qashir
Tabi’ Qashir adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari segi sanad, namun hanya sanad sahabatnya saja, atau mulai dari sanad kedua dan matannya pun ada kesamaan secara lafal atau makna dengan matan hadis tersebut.
Syahid sangat diperlukan dalam proses penelitian hadis, untuk menguatkan posisi suatu hadis dalam segi kuantitasnya. Sedangkan posisi Hadis Tabi’ dalam sebuah hadis sangat berpengaruh pada kualitas hadis itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, jil. 4. cd software maktabah syamilah, (Halb: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986)
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1997)
Imam Muslim, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1983)
Mahmud Tahhan, Taisir Musthalah al-Hadits, (Sankapura: al-Haramain, t.t.)
Ma’luf Louis, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2002)
Muhammad ibn Alwi al-Maliki, al-Minhal al-Latif fi Ushul al-Hadis al-Syarif, (t. t., Jami’ al-Huquq Mahfudzah, 1990)
Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, al-Umm, jil. II, Cd Software Maktabah Syamilah,
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,  Jil. II, Cd Software Maktabah Syamilah, (Beirut: Dar Ibn Katsir,1987)
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2005)
Subhi al-Shalih, Ulum al-Hadits wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar al-Ilmi, 1997)

0 Komentar