perdamaian nuzulul qur'an

Di Indonesia, tanggal 17 Ramadhan lazim diperingati sebagai Nuzulul Qur'an. Ceramah-ceramah, diskusi diskusi, pengajian-pengajian biasnya membahas tepa-tema berkaitan dengan Al Quran dan hikmahnya bagi kehidupan umat manusia. Tidak ketinggalan pula kisah kisah enakjubkan dan penuh mukjizat.
Al Qur'an sendiri mengisahkan turunnya Al Quran sebagai mana tercantum pada ayat-ayat berikut :
إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
QS Ad-Dhuhan:3, “Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.
1, ”Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”.
dan pada
Ayat ayat di atas dari surat yang berbeda (Ad Dhuhan dan Al Qodar), sama sama menceriterakan malam Turunnya al Quran. Malam itu disebut sebagai malam kemuliaan dan juga disebut malam penuh berkah .
Tulisan ringkas berikut mencoba mengambil hikmah dari penggambaran turunnya al quran unmtuk diambil pelajarannya bagi kita dalam menciptakan kehidupan yang kurang lebih senilai dengan hikmah ayat ayat diatas. Ditengah kehidupan dunia yang penuh gonjang-ganjing, kekerasan, ekploitasi dan sejenisnya, memahami apa yang terseriat dalam penggambaran wahyu diharapkan mampu menjadi "impian" bagi kehidupan bersama sebagaimana diharapkan oleh setiap manusia.
Malam Kemuliaan (Lailatul Qodar)
Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar (bahasa Arab: لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) (malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an. Deskripsi tentang keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surat Al Qadar, surat ke-97 dalam Al Qur'an.
Menurut Quraish Shihab, kata Qadar (قﺩﺭ) sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur'an dapat memiliki tiga arti yakni [1]:
1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad Dukhan ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penah hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami
2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat
3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya)
Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan, hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah yang mengatakan : " Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon" " (HR: Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)
Suasana malam kemuliaan itu sebagai mana digambarkan pada surat Al Qodar sebagai berikut :
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)
Malam kemuliaan yang dinyatakan sebagai lebih baik dari seribu bulan (seumur hidup usia manusia) bercirikan "salamun" kedamaian sepanjang malam.

Malam Yang Diberkahi
Gambaran turunnya al Qur'an pada suatu malam yang diberkahi dapat dikaji melalui ayat-ayau berikut :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4).
Pada malam yang diberkahi itu Allah melakukan pembedaan-pembedaan sesuai qodar dari berbagai masalah besar. Mungkin lebih tepatnya "membreakdown" berbagai masalah global menjadi "urusan-urusan kecil" terinci sesuai taqdirnya. kata (يُفْرَقُ)
berakar dari "Faroqo" (pembedaan) lebih cenderung penulis maknai sebagi "mebreakdown" atau memilah-milah sesuai Qodarnya, untuk setiap urusan hambaNya, yang akan ditugaskan kepada para malaikat sesuai tugas-tugas malaikat itu sendiri.
Penjelasan di atas menjadi dapat dipahami mengapa Lailatul qodar itu menjadi sangat penting bagi setiap insan sehingga Rasul memerintahkan untuk mencarinya. Dan dinyatakan sebagai jika seseorang "mendapatkan" Lailatul Qodar dalam kebaikan, dia akan memperoleh kebaikan lebih dari seribu bulan, Kebaikan hidup seseorang muslim tentu jika dia hidup dengan penuh berkah.
Hidup Berkah
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوافَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,[96].
Berkah didefinisikan secara singkat dengan kata majemuk “jalbul khoir” atau sesuatu yang dapat membawa kebaikan. Ini berarti Barokah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh barokah yang diidamkan itu.
Al-barakah sering didefinisikan sebagai khairât tsâbitah yang maknanya, nikmat yang “menetap”. Profit hasil bisnis adalah sebuah nikmat, tapi dia tidak dikatakan berkah jika tidak “menetap” di sana. Jika muncul lalu hilang, itu berarti tidak berkah. Al-Zarqâni dalam syarahnya atas Muwaththa’ Imam Malik, dan juga banyak ulama lain, sering menerangkan bahwa al-barakah berarti al-tsubût wa al-luzûm, menetap-di-sana, ada dan berlama-lama di sana.
Arti lain dari Al-Barakah
Ulama-Ulama bervariasi dalam mendefinisikan makna al-barakah dengan kata yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan hakekat. Diantaranya:
1. Al-barakah di definisikan dengan makna khairât tsâbitah, nikmat yang “menetap”
2. Al-Zarqani Al-Zarqâni dalam syarahnya atas Muwaththa’ menyebutkan al-barakah adalah al-tsubût wa al-luzûm, artinya menetap-di-sana, ada dan berlama-lama di sana
3. Ada juga yang menyebutnya dengan al-numuw wa al-ziyâdah, bertumbuh dan bertambah.
4. Ibnu Abbas menjelaskan al-barakah sebagai al-katsrah fi kulli khair, kemelimpahruahan yang ada pada tiap nikmat baik.
5. Al-Zarqâni juga mengutip pandangan ulama-ulama bahwa ¬al-barakah adalah al-ziyâdah min al-khair wa al-karâmah, kenikmatan dan kemurahan yang bertambah-tamba
Al-Quran sendiri ketika mau menggambarkan sebuah nikmat Ilahi yang banyak, juga memakai kata ba-ra-ka. Dalam al-Isrâ’ (17): 1, misalnya, disebutkan, “… al-masjidi al-aqshâ al-ladzî bârakna haulahu … ”, Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya. Gambaran tentang Palestina yang mendapat nikmat karena nabi-nabi diturunkan di sana, dan sekaligus bertanah subur, disampaikan dengan kalimat “yang telah Kami berkati”.
Begitu juga saat menggambarkan tanah Syam yang subur, berkah menjadi bahasa-penyampai. Dalam al-Anbiya’ (21): 71 tercatat, “ … al-ardhi al-latî bârakna fîhâ … ”, sebuah negeri yang Kami berkati, untuk menunjuk Syam. Tentang Syam ini juga direkam dalam Saba’ (34): 18 dengan bahasa, “ … al-qurâ al-ladzî bâraknâ … ”, negeri-negeri yang telah Kami limpahkan berkah padanya.
Dan gambaran-gambaran semacam ini tanpa kita sadari telah membentuk pikiran kita tentang berkah, bahwa berkah adalah sebuah nikmat berlimpah yang murni dari Allah, tak tersentuh kotoran manusia. Allahumma bârik lanâ fîmâ razaqtanâ … , ya Allah berilah berkah pada rezeki kami …. Berkah selalu memenuhi sudut-sudut kata dalam doa-doa kita
Kiat Menjadikan Hidup Berkah
Setiap manusia tentu mendambakan kehidupan penuh berkah. Karena itu tidak heran, jika banyak manusia rela mengorbankan harta, tenaga, bahkan nyawa demi mendapatkan berkah. Dan mereka sangat berharap, jika umurnya ditambah, merasa sangat gembira ketika rizqinya dilapangkan, memiliki keturunan banyak, kesenangan dan kenikmatan yang diinginkan oleh hati manusia. Menurut mereka hal-hal demikianlah yang akan mendatangkan kebahagiaan. Sudah seyogyanya seorang muslim senantiasa berdo’a kepada Allah agar melimpahkan keberkahan kepadanya. Hal inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam; sebagai qudwah hasanah (suri tauladan) bagi kita. Beliau memohon keberkahan kepada Allah subhanahu wata`ala dalam segala urusan.
Berkah adalah menetapnya kebaikan (dari Allah subhanahu wata’aala) di dalam sesuatu. Apabila berkah terdapat pada sesuatu yang sedikit, niscaya ia akan berkembang menjadi banyak, sedangkan apabila berkah tersebut terdapat pada sesuatu yang banyak, maka niscaya ia akan semakin bermanfaat. Dan di antara buah yang paling agung dari berkah dalam beraneka ragam nikmat yang Allah subhanahu wata’aala karuniakan adalah dipergunakannya nikmat-nikmat tersebut untuk keta`atan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Al-Qur’an, pada awal surat Al-Mulk, menegaskan bahwa Allah SWT merupakan sumber Keberkahan :
Maha Suci (Maha Barokah) Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk ayat 1)
Dalam bahasa Al-Quran, hidup berkah merupakan manifestasi dari hayatan thayyibatan (kehidupan yang baik), buah dari keimanan dan amal saleh yang memberikan pelakunya beragam kebaikan hidup: tubuhnya sehat; rezekinya mengalir, ibadahnya rajin, dan kebaikan lainnya.Keberkahan hidup seseorang terlihat dari bagaimana cara ia memanfaatkan nikmat-nikmat Tuhan secara optimal. Da;lam skala negara, negara yang berkah dapat digambarkan sebagai Baldatun Thoyyibatun warobbun ghofuur.
Hidup penuh kebaikan dan ampunan Allah SWT ini sangat jelas tergambar pada doa utama menyambut Lailatul Qodar : " ALLahumma innaka afuwwun, tuhibbul afwa fa'fu 'annii yaa karim". Kita memohon ampunan dan kemuliaan hidup. Permohonan kemuliaan hidup ini tercermin dari seruan kita " yaa kariim", sebab penyeruan "sifat/asma" allah tertentu sudah menjadi kelaziman untuk memohon sesuai makna asma tersebut, misalnya Yaa Rorazaq, farzuqni dll.
Makna Pembelajarannya
Inti uraian singkat di atas dapat ditarik makna pembelajaran bagi hidup kita, bahwa penggambar Turunnya Al Quran pada malam kemuliaan itu mengandung makna bahwa Kemuliaan itu diwarnai dengan hidup berkah. Hidup berkah itu diwarnai oleh suasana kedamaian (terutama dalam hati). Oleh karenanya, kedamaian dan perdamaian adalah berkah bagi umat manusia, Peace is Blessing.
Dengan demikian, bagi seorang muslim, mewujudkan kedamaian dimana saja berada sangat terkait dengan upaya mendapatkan hidup penuh berkah. Hanya dengan kedamaian dan perdamaian dalam menjalani hidup, keberkahan akan mudah terwujud. Sebaliknya, di tengah perang, teror, konflik, permusuhan dan berbagai pertentangan, rasanya berkah amat jauh terwujud.
Pesan Perdamaian
Dakwah Islam di Indonesia yang dilakukan oleh Wali Sanga (Wali Sembilan) dilakukan penuh dengan pesan-pesan perdamaian. Coba kita lihat gambar berikut :

Potrait sosial yang diungkapkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga menyatakan, dengan telah tersadarnya (anglilir) terhadap nilai-ni;lai Islam yang ditanamkan (tandure), kehidupan penuh damai (jo ijo royo royo) dan penuh kebahagiaan seperti pasangan yang sedang Honey Moon (Kasengguh penganten anyar).
Melalui dakwah yang penuh hikmah dan contoh teladan yang baik (bil hikmah wa mauidzotil hasanah)dan dengan argumentasi yang fasih sesuai setting zaman, tempat dan budaya, para wali ini telah berhasil menyebarkan nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat, bangsa Indonesia sehingga Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim dengan jumlah terbesar di dunia.
Dunia dan kita saat ini perlu belajar kepada para Wali dan semua penyebar nilai-nilai Islam di Indonesia yang mampu menciptakan kehidupan religius yang damai, sejahtera, dan bahagia seperti potrai sosial yang ungkap Kanjeng sunan Kali jaga di atas.

 

0 Komentar