Pandangan Ulama Terhadap Tayangan Infotainment

Tayangan infotainment adalah salah satu topik yang hangat diperbincangkan. Tayangan infotainment yang penuh gosip kehidupan selebritis menjadi perdebatan dalam  masyarakat umum. Ada yang menuding produk infotainment itu salah satu bentuk karya  tak bermoral karena menyangkut aib orang kepada umum. Tapi, tidak sedikit pula berpikiran sebaliknya, bahwa infotainment berusaha mengujikan realita kehidupan yang bisa dipetik hikmahnya dalam kehidupan orang lain. Dan tak bisa disangkal pula bahwa keberadaan infotainment sangat dibutuhkan kalangan selebritis. Tak sedikit artis yang namanya tiba-tiba meroket dari hasil pekerja infotainment.
Infotainment menjadi gonjang-ganjing orang, bermula dari pernyataan ketua umum pengurus besar Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi yang didampingi ketua PBNU Dr. Said Agil Siradj mengatakan bahwa “infotainment itu haram. Karena infotainment banyak memberikan sisi kejelekan”. Menurut Hasyim, awal fatwa infotainment haram berawal dari keresahan masyarakat yang menonton acara ini. Berita yang disajikan sudah melanggar kode etik jurnalistik. Bahkan, beritanya telah sampai mengusik keluarga artis, “Kita akan mendukung berita yang baik, yang mendidik islami. Tapi, selama ini infotainment yang ada hanya menjelekkan artis”.
Selain itu ketua komisi Fatwa MUI KH. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa “Infotainment tidak haram, yang  haram contohnya”. Menurut dia yang diharamkan itu isi berita yang membuka aib seseorang. Andai berita itu tidak benar akan menjadi fitnah. Kalaupun itu benar tapi menyangkut pribadi seseorang dan membuka aib itu tidak diperbolehkan. Namun NU meminta berbagai elemen masyarakat ikut memonitor infotainment dan menggiringnya ke arah yang lebih memberikan manfaat bagi masyarakat. Ulama sebagai informal leader berkewajiban mengawal moral masyarakat. Dalam menjalankan tugas mulai itu ulama tidak mau mencemari dengan tindakan pemaksaan sehingga kekerasan dalam proses merealisasikan fatwa dan nasehat tersebut.
“Ulama hanya menginginkan penjagaan moral bangsa, karena moral merupakan modal cultural bangsa yang tidak ternilai harganya. Dengan mengharamkan infotainment berarti ulama telah menyatakan diri mengawal kebudayaan bangsa. Mereka menganggap apa yang diproduksi oleh beberapa produktivitas house (PH) telah kelewat batas. Infotainment tidak hanya memberi informasi yang mengandung berita, saja tetapi malah melentik dengan acara yang mengandung pengunjingan”. (Said, 2006)
Fatwa tentang infotainment haram itu mendapat dukungan dari Majelis Kebudayaan Muslim Dewan Peradaban Nasional, Lesbumi. Dukungan itu dinyatakan dalam dialog publik,  karena infotainment bertentangan dengan pembentukan watak bangsa (ekaracter building), akhlak dan moral bangsa. Pernyataan ini keterkaitan masalah infotainment dengan globalisasi kapitalisme. Bahwa atas intervensi kapitalisme ke dalam karya-karya seni bangsa telah merusak sendi-sendi dan segala aspek kehidupan bangsa. Itu juga, merupakan perampasan terhadap masa depan generasi muda bangsa itu.
Menurut pakar komunikasi universitas Indonesia Dr. Effendy Ghozali MA dan budayawan Prof. Dr. Abdul Hadi WM., dasar para ulama NU menetapkan fatwa haram sangat jelas, bukan asal-asalan. Membuka, mempergunjingkan keburukan orang disebut ghibah. Semua kyai tidak ada  yang berbeda pendapat bahwa ghibah itu hukumnya haram  absolut. Dasarnya jelas, bukan ijma atau qiyas, tapi langsung dari hadis.
Artinya:
“Dari Abi Hurairah Bahwasannya rasul saw bersabda: “Tahukah kamu apa itu ghibah?” mereka menjawab “Allah dan rasulnya lebih mengetahui: rasul bersabda (Ghibah ialah) mengunjingkan saudaramu tentang hal yang tidak disukainya. Nabi ditanya “Bagaimana pendapat Nabi jika apa yang digunjingkan itu benar adanya, Nabi bersabda “Jika bear maka itulah ghibah, jika tidak itu fitnah”. .
Sementara itu Abdul Hadi WM mengatakan, tayangan infotainment yang kebanyakan berisi gosip dan membuka aib orang lain merupakan upaya pendangkalan budaya  bangsa.

0 Komentar